Apa yang menjadi penyebab kesediaan Hubaib Abi Muhammad
menghadapi kematian adalah kehadirannya di majlis ilmu Hasan al-Basry.
Di mana nasihatnya itu berhasil merasuk ke dalam relung-relung hati
sanubarinya. Sehingga Hubaib meninggalkan segala apa yang dilakukannya
selama di dunia ini. Karena,
dia yakin kepada Allah dan puas dengan jaminan-Nya. Kemudian, Hubaib
Abi Muhammad membeli dirinya dari Allah dengan berderma sebanyak empat
puluh ribu dirham dalam empat kali :
Pertama, sepuluh ribu dirham dimulainya dipagi hari, saat dimulainya kehidupan ini, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, dengan derma ini aku beli diriku dari-Mu”.
Kedua, sepuluh ribu dirham saat di siang hari, dan seraya dia bekata , “Derma ini sebagai ungkapan syukur atas taufik-Mu kepadaku”.
Ketiga, sepuluh ribu dirham pula, diwaktu menjelang pagi, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau belum mau menerima dermaku yang pertama dan yang kedua itu, maka terimalah yang ketiga ini”, do’anya.
Keempat, juga sepuluh ribu dirham saat menjelang petang, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau menerima yang ketiga itu, maka inilah derma yang keempat sebagai ungkapan rasa syukur”, tambahnya.
Sejak itu, Hubaib tak pernah lagi memikirkan harta yang dimilikinya, dan dia selalu tak pernah melupakan hubungannya dengan Allah Ta'ala, dan beribadah siang dan malam, sampai saat ajalnya tiba, di malam hari, dan tidak ada yang tahu, ketika dia meninggal.
Wajah Hubaib tersenyum, ketika para shahabat menjenguknya. Hubaib meninggalkan dunia (harta) yang selama ini menghalanginya mengingat kepada Allah.
“Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba dunia, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga roh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)
Coba lihat betapa detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria:
Pertama, sepuluh ribu dirham dimulainya dipagi hari, saat dimulainya kehidupan ini, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, dengan derma ini aku beli diriku dari-Mu”.
Kedua, sepuluh ribu dirham saat di siang hari, dan seraya dia bekata , “Derma ini sebagai ungkapan syukur atas taufik-Mu kepadaku”.
Ketiga, sepuluh ribu dirham pula, diwaktu menjelang pagi, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau belum mau menerima dermaku yang pertama dan yang kedua itu, maka terimalah yang ketiga ini”, do’anya.
Keempat, juga sepuluh ribu dirham saat menjelang petang, seraya dia berkata, “Wahai Tuhan, jika Engkau menerima yang ketiga itu, maka inilah derma yang keempat sebagai ungkapan rasa syukur”, tambahnya.
Sejak itu, Hubaib tak pernah lagi memikirkan harta yang dimilikinya, dan dia selalu tak pernah melupakan hubungannya dengan Allah Ta'ala, dan beribadah siang dan malam, sampai saat ajalnya tiba, di malam hari, dan tidak ada yang tahu, ketika dia meninggal.
Wajah Hubaib tersenyum, ketika para shahabat menjenguknya. Hubaib meninggalkan dunia (harta) yang selama ini menghalanginya mengingat kepada Allah.
“Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba dunia, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga roh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)
Coba lihat betapa detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria:
1. Dalam keadaan sihat lagi haloba dengan mengejar keuntungan duniawi.
2. Dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya.
3. Dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin.
4.
Tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap
membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.
Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata-mata.Ia tidak pernah mengkaitkan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ
“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".( Al-Qshshash: 78)
Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata-mata.Ia tidak pernah mengkaitkan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ
“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".( Al-Qshshash: 78)
Renung-renung dan fikir-fikirkan......